Monday, August 11, 2008

C.E.L.A.K.A

C.E.L.A.KA

SEORANG rakan aku mengajak untuk menyertai persatuan. Khabarnya persatuan itu begitu eksklusif. Ahlinya by invitation. Namun, dia tak jelaskan secara terperinci. Namun, dia menyatakan nama persatuan itu: C.E.L.A.K.A . Katanya, aktiviti Celaka sungguh menarik. Ahlinya tak akan boring. Jiwa mati akan hidup kembali. Menarik juga untuk ditinjau untung rugi menyertainya. Manalah tahu persatuan itu menjadikan diri sentiasa hidup. Dalam kemodenan ini, kadang-kala jiwa mati. Mati kerana jiwa dihidangkan dengan hal-hal intelektual. Sedang, diri holistik.

7 comments:

Anonymous said...

celaka organisasi :
1. mati dalam hidup
2. sesat dalam terang
3. jahil dalam benar
4. buruk dalam baru
5. tindas dalam tolong
6. khianat dalam sokong

Anonymous said...

hidup ajer. segala susunan itu tak mestinya MUTLAK negatif.

Asalkan tahu autonomi diri dengan hukum keseimbangan..

APAKAH benar ini?

Anonymous said...

mutlak atau sementara, kita mampu untuk menentukannya...

keseimbangan tentunya berunsurkan baik buruk, berpaksikan positf negatif...

kebenaran? renungkan kejadian azali..

kembali kepada matlamat hakiki...

Anonymous said...

C.E.L.A.K.A?

I would like to be your comitee,emm mybe after 2 year,
remember me always same 'lubang (golf) & keenakanya, Anu pun wajib join, bz sampai tersilap lubang.

GempuR.

Anonymous said...

pedang,

baik dan buruk ni perkara tahyul sebab tak boleh sentuh. cuma lidah aje boleh sebut.

Anonymous said...

Pidato tertulis Pramoedya, yang disampaikan ketika menerima ia penghargaan Magsaysay, di Manila.

"In Indonesia, the role of a writer is very different from what it might be in the West. Writers have a mission -- in that sense, writing is political -- we have a mission to change the structure of society."
- Pramoedya Ananta Toer

Mungkin ada yang heran mengapa bagi saya sastra bertautan erat dengan politik. Saya tidak akan menolak kenyataan itu. Menurut pandangan saya setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat, apalagi berbangsa, selalu bertautan dengan politik. Bahwa seseorang menerima, menolak, bahkan mengukuhi suatu kewarganegaraan adalah suatu sikap politik. Bahwa seseorang mengibarkan bendera kebangsaannya, itu adalah perbuatan politik. Bahwa seseorang membayar pajak, itu adalah pengakuan pada kekuasaan, jadi juga berarti ketaatan politik. Juga sastra tidak bisa lepas dari politik sejak sastra itu sendiri dilahirkan ummat manusia. Selama ada masyarakat manusia dan kekuasaan yang mengatur atau pun merusaknya, di situ setiap individu bertautan dengan politik.

Pernah lahir anggapan bahwa politik adalah kotor, maka sastra harus terpisahkan dari politik. Memang bisa saja politik kotor di tangan dan dari hati politisi yang kolot. Kalau ada yang kotor barang tentu juga ada yang tidak kotor. Dan bahwa sastra sebaiknya harus terpisahkan dari politik sebenarnya keluar dari pikiran para pengarang yang politiknya adalah tidak berpolitik.

Politik sendiri tidak bisa diartikan hanya sebatas kepartaian, ia adalah semua aspek yang bersangkutan dengan kekuasaan, dan selama masyarakat ada kekuasaan juga ada, tak peduli bagaimana eksistensinya, kotor atau bersih. Dan dapat dikatakan sastra yang "menolak" politik sesungguhnya dilahirkan oleh para pengarang yang telah mapan dapam pangkuan kekuasaan yang berlaku.


P/s: Sastera untuk mengindahkan Politika.. Ada yang tidak setuju jika politik selalu.. Rungsing menjawab persoalan, mudahan Pram punya petikan ada sedikit orang faham.. "Politik untuk mengubah struktur masyarakat supaya berbudaya.."
ustaz razihan uum

sesungutAMAN said...

ok 2.